Oleh : al-Ustadz KH. I. Shodikin
Lafadh ini mengandung ma’na membentangkan dan meluaskan sesuatu. Dan hal ini merupakan ungkapan bagi segala sesuatu yang dibentangkan atau diluaskan. Hal ini akan terlihat jelas dalam beberapa ungkapan ayat Al-Quran, di antaranya :
وَاللهُ جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ بِسَاطًا. نُوْح : 19
Dan Allah menjadikan bumi bagimu sebagai hamparan (luas bentangannya).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ، قُلْتُ :يَارَسُوْلَ اللهِ إِنِّي أَسْمَعُ مِنْكَ حَدِيْثًا كَثِيْرًا أَنْسَاهُ ، قَالَ: أُبْسُطْ رِدَاءً كَ،فَبَسَطْتُهُ. قَالَ: فَغَرَفَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ: ضُمَّهُ. فَضَمَمْتُهُ. فَمَانَسِيْتُ شَيْئًا بَعْدَهُ. البُخَارِي، فَتْحُ البَارِي : 1/ 215
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Saya berkata : Ya Rasulallah, sesungguhnya saya mendengar hadits darimu banyak sekali yang saya suka lupa hal itu. Beliau bersabda : Bentangkan selendangmu. Kemudian saya membentangkannya. Dia berkata : Kemudian beliau (seperti) menceduk dengan kedua tangannya, kemudian bersabda : Lipatkankanlah. Lantas saya melipatkannya. Dan setelah itu saya tidak lupa lagi sedikit pun yang saya dengar (dari Nabi Saw.)
Pada hadits ini dengan jelas sekali mengungkapkan ma’na hakiki dari kata “Al-Basthu“. Tentu hal ini merupakan ungkapan dalam hal, mencari sesuatu, di antaranya mencari ilmu. Bahwa dalam mencari ilmu perlu disediakan wadah untuk menampungnya. Kemudian diikat dengan ikatannya agar tidak lepas lagi. Hal ini seperti seorang pemburu yang memperoleh buruannya. Maka dia perlu mengikat hewan buruannya dengan kuat agar tidak lepas lagi. Dari peristiwa ini, dikemudian hari Abu Hurairah termasuk shahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Banyak para shahabat senior yang merasa heran akan hal itu. Sehingga Ibnu Umar penah menanyakan satu masalah kepada Siti Aisyah setelah menerima hadits dari Abu Hurairah. Ketika itu Siti Aisyah mengungkapkan dengan kata Hafidha Abu Hurairah (Abu Hurairah kuat hapalan).
Lafadh ini sewaktu-waktu diungkapkan untuk perkara yang abstrak, perkara yang sulit untuk diungkapkan secara konkrit / dhahir.
Lafadh ini sewaktu-waktu diungkapkan untuk perkara yang abstrak, perkara yang sulit untuk diungkapkan secara konkrit / dhahir.
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِرَةً وَاللهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ. البَقَرَة : 245
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafakahkannya di jalan Allah). Maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan rizqi. Dan hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan.
Bahwa kelapangan, keluasan rizqi harus diimbangi dengan amal yang shalih agar tidak menjadi beban baginya. Memberi pinjaman kepada Allah merupakan ungkapan infaq fisabilillah dan yang sejenis dengannya. Sebab dengan cara seperti itu berarti dia mampu mensyukuri nai’mat kelapangan rizqi yang diberikan Allah kepadanya.
Bahwa kelapangan, keluasan rizqi harus diimbangi dengan amal yang shalih agar tidak menjadi beban baginya. Memberi pinjaman kepada Allah merupakan ungkapan infaq fisabilillah dan yang sejenis dengannya. Sebab dengan cara seperti itu berarti dia mampu mensyukuri nai’mat kelapangan rizqi yang diberikan Allah kepadanya.
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوْتَ مَلِكًا قَالُوْا أَنَّى يَكُوْنُ لَهُ المُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ المَالِ قَالَ إِنَّ اللهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي العِلْمِ وَالجِسْمِ وَاللهُ يُؤْتِيْ مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ. البَقَرَة : 247
Nabi mereka berkata kepada mereka : Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut sebagai raja bagimu. Mereka berkata : Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak memegang pemerintahan dari padanya, sedangkan dia tidak diberi kekayaan yang banyak. Nabi mereka berkata : Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi pemimpinmu dan menganugerahkan kepadanya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberiannya lagi Maha Mengetahui.
Sejak zaman dahulu, dalam lingkungan sosial orang yang berharta biasanya dianggap mempunyai kelebihan daripada yang lainnya. Oleh karenanya mereka mengangkat pemimpin biasanya orang yang dianggap kaya atau kuat fisiknya.
Bahkan sampai sekarang pun masih berlaku, yang dianggap paling tinggi tingkatan sosialnya adalah dari segi kekayaan. Oleh karenanya wajar apabila mereka senantiasa bersaing dalam kehidupan dunia ini.
Maka Allah menjelaskan, bahwa hahikatnya yang paling tinggi tingkatan sosial seseorang adalah dari segi ketaqwaan dan apabila persaingan dari segi ketaqwaan adalah persaingan yang sehat. Karena persaingan ini tujuannya adalah menjaga diri, sedangkan persaingan dalam kekayaan tujuannya adalah menjaga harga diri. Hal ini sebagaimana diungkapkan pada QS. Asy-Syura : 27.
Ada yang berpendapat, bahwa luas dalam ilmu itu ialah dia memanfaatkan ilmunya bagi dirinya sendiri dan memberi manfaat kepada yang lainnya.
Bahkan sampai sekarang pun masih berlaku, yang dianggap paling tinggi tingkatan sosialnya adalah dari segi kekayaan. Oleh karenanya wajar apabila mereka senantiasa bersaing dalam kehidupan dunia ini.
Maka Allah menjelaskan, bahwa hahikatnya yang paling tinggi tingkatan sosial seseorang adalah dari segi ketaqwaan dan apabila persaingan dari segi ketaqwaan adalah persaingan yang sehat. Karena persaingan ini tujuannya adalah menjaga diri, sedangkan persaingan dalam kekayaan tujuannya adalah menjaga harga diri. Hal ini sebagaimana diungkapkan pada QS. Asy-Syura : 27.
Ada yang berpendapat, bahwa luas dalam ilmu itu ialah dia memanfaatkan ilmunya bagi dirinya sendiri dan memberi manfaat kepada yang lainnya.
وَلَوْ بَسَطَ اللهُ الرِزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الأَرْضِ وَلكِنْ يُنَزِّلُ بَقَدَرٍ مَايَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيْرٌ بَصِيْرٌ. الشُوْرَى : 27
Dan jika Allah meluaskan rizqi kepada hamba-hamba-Nya pastilah mereka akan melampui batas di muka bumi. Tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.
إِنْ يَثْقَفُوْكُمْ يَكُوْنُوْا لَكُمْ أَعْدَاءً وَيَبْسُطُوْا إِلَيْكمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُوْءِ وَوَودُّوْا لَوْتَكْفُرُوْنَ. الـمُمْتَحَنَة : 2
Jika mereka menangkapmu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti (kamu), dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kufur.
Inilah sifat orang-orang kufur, jika mereka berkuasa akan dhalim dengan berbagai macam cara, baik tindakan atau dengan tulisan dan lisan. Hal ini sudah merupakan hal yang wajar apabila mewujudkan sesuatu akan ada pula yang mewujudkan kebalikannya. Hanya saja apabila orang-orang Islam diberikan arahan agar melakukan seuatu dengan cara yang ma’ruf. Dalam arti tidak menghalalkan segala cara. Barangsiapa yang beramar ma’ruf maka hendaklah dia lakukan dengan cara yang ma’ruf.
Inilah sifat orang-orang kufur, jika mereka berkuasa akan dhalim dengan berbagai macam cara, baik tindakan atau dengan tulisan dan lisan. Hal ini sudah merupakan hal yang wajar apabila mewujudkan sesuatu akan ada pula yang mewujudkan kebalikannya. Hanya saja apabila orang-orang Islam diberikan arahan agar melakukan seuatu dengan cara yang ma’ruf. Dalam arti tidak menghalalkan segala cara. Barangsiapa yang beramar ma’ruf maka hendaklah dia lakukan dengan cara yang ma’ruf.
0 komentar:
Posting Komentar