"Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu"
-QS. Al-Baqarah [2] : 147-

Selasa, 17 April 2012

KHUTBAH 'IDUL FITRI 1 SYAWWAL 1429 H

Oleh : al-Ustadz KH. I. Shodikin
Al-Hamdulillah bi’izzatihi ya’tazzul-mu’minuun wa bi’inaayatihi wa taufiiqihi yahtadidh-dhaal-luun. Asyhadu an laa ilaaha illal-laahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluhu. Amma ba’du.

Para musyawirin yang kami hormati…
Al-Hamdulillah pada saat ini kita kembali bermusyawarah untuk melihat masa yang telah berlalu, masa yang kita alami sekarang dan merencanakan serta mengharapkan rencana kerja pada masa yang akan dating, agar senantiasa berkesinambungan dalam kebaikan dan keshalehan.

Sebagaimana telah kita ma’lumi, baik secara pribadi atau ijtima’i manusia mengalami masa lalu, sedang dan akan datang.

Masa lalu, suka dukanya tidak dapat diulang, sedang yang akan datang masih gelap. Namun kita merasa senang karena ada harapan yang baik di masa depan. Dan mungkin orang akan putus asa melihat apabila melihat masa depan yang gelap dan sepi dari harapan yang baik. Karenanya, masa yang sedang kita alami wajib kita hadapi dengan seksama dan penuh perhatian. Kesempatan yang tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa amal shaleh dan usaha yang bermanfaat. Kesempatan untuk menanam harapan baik yang akan menerangi masa depan saat memetik hasil dari tanaman yang lalu.

Biarkanlah suka duka di masa lalu berlalu, menghilang ditelan zaman. Mintalah ampunan bila bersalah, jadikanlah pengalaman yang pahitnya sebagai penawar penyegar badan, sebagai pelajaran yang baik, namun jangan diulang.

Masa yang akan datang sifatnya ghaib, hanya dapat diprakirakan dan diusahakan agar sesuai dengan apa yang kita harapkan, ibarat benih tanaman yang sudah disebarkan. Karenanya, perasaan tidak enak makan dan tidur akan teralami, karena khawatir akan teralami sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan. Oleh karena itu berusahalah, sebab qadar dan hak yang akan diterima, apakah yang baik atau yang buruk, tidak akan jauh dari jumlah kewajiban yang telah dilakukan dan yang telah terselesaikan.

Hari ini adalah saat yang kita ada padanya. Hari ini adalah hari kita, masa lalu akan berubah menjadi hari-hari yang terang, jika hari ini kita isikan amal perbuatan yang baik. Dan masa yang akan datang akan menyinarkan harapan yang baik, apabila kita menanam pada hari ini sesuatu yang baik.

Musyawirin yang kami hormati…
Barang yang hilang ada harapan untuk mendapatkan gantinya, uang yang tidak dipakai akan merupakan tabungan yang jumlahnya akan bertambah banyak. Akan tetapi, hari dan waktu yang ditelan masa tanpa diisi dengan amal yang bermanfaat, tidak akan ada gantinya, tidak menjadi tabungan yang akan bertambah seperti tabungan uang.

Matahari dan benda-benda langit lainnya akan terus berputar dan beredar sesuai dengan sunnatullah. Masa yang beredar dan berputar senantiasa tepat dan tidak berkhianat. Yang ada adalah pemakai atau yang mengisi masa tersebut yang tidak selalu sama. Ada kalanya salah dan ada kalanya shaleh.

Jumlah harta yang dimiliki, jumlah ilmu yang dikuasai bisa berbeda bagi setiap orang, namun waktu, semua manusia dibagi rata, tidak ada perbedaan, sehari semalam dua puluh empat jam. Hanya jumlah waktu yang sama untuk semua manusia belum tentu sama bagi setiap manusia dalam menggunkan dan memanfaatkannya.

Jagalah diri dari segala sesuatu yang arahnya pada keburukan. Jauhkanlah diri dari sebab dan perangkap yang mengandung kema’siatan. Yang mendekati api akan terasa panas, yang mendekati air akan terasa dingin dan yang mendekati kema’siatan meskipun tidak melakukannya akhirnya akan tertarik atau terbawa arus ma’siat.

Untuk menghadapi masa yang akan datang berusahalah agar dapat menempatkan diri di dalam lingkungan taqwa, agar diri kita jauh dari kesalahan dan kekeliruan seperti jauhnya timur dan barat. Artinya mesti berlainan arah, sebab yang mengarahkan diri ke arah taqwa tidak akan menemui titik ma’siat. Yang bergembira dengan kebaikan tidak akan bergembira dengan sebab kedzliman dan kema’siatan. Oleh karenanya, kita senantiasa berdu’a :
Allahhuma baa’id baynii wa bayna khathaa yaa ya kamaa baa’ad ta baynal masyriqi wal maghrib (Ya Allah,jauhkanlah diriki dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan timur dari barat)
Itulah permohonan agar masa yang akan datang senantiasa terang penuh dengan harapan-harapan baik, mendapatkan jalan yang rata dan tidak banyak duri. Selanjutnya kita dianjurkan agar senantias berdu’a :
Allahumma-ghsilnii min khathaa yaa ya bits-tsalji wal-maa-i wal-baradi (Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air dan embun)
Hal ini sesuai dengan tiga pemohonan ummat agar diberi ampunan, rahmat dan maaf.

Musyawirin yang kami hormati…
Cinta dan benci adalah penggerak amal, pendorong untuk menentukan sikap dan perbuatan yang akan kita lakukan. Dengan cinta dan suka, manusia bergerak dan berusaha agar yang dicintainya itu dapat dimiliki atau dirasakan. Dan dengan benci, manusia akan berusaha agar terhindar dari segala sesuatu yang tidak disukainya.

Tanpa cinta dan benci manusia akan kesepian, kehilangan kesibukan dan akan merasa wujudnya di dunia tidak ada artinya. Cinta dan benci bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, kehadirannya akan tergugah oleh sesuatu yang lain, baik yang terdengar atau yang terlihat. Namun sesuatu yang dilihat atau didengar, demikian ilmu yang dimilikinya, adakalanya palsu. Karenanya cinta dan benci yang timbul akan diletakkan bukan pada tempatnya. Oleh karenanya yang menolong disangka akan menyolong, sebab mendengar tuhmah. Ibarat obat yang dibuang karena disangka racun.

Oleh karenanya cinta dan benci mesti disandarkan kepada yang baik dan hakiki; Al-Hubbu fil-laah wal bughdhu fil-laah (cinta karena Allah dan benci karena Allah). Cinta dan benci akan sesuatu jangan ditunggu atau dibiarkan datang dan diterima tanpa diperiksa terlebih dahulu kebenarannya. Kita wajib berusaha untuk mendatangakan cinta dan benci yang tepat pada tempatnya, cinta kepada kebenaran dan benci kepada kebathilan.

Orang yang melakukan kebaikan belum tentu beramal shaleh, sebab nilai dari sesuatu amal tidak akan terlepas daripada niat yang membangkitkan kemauan dan menggugah perasaan.

Orang yang mati dalam peperangan belum tentu mati syahid. Sebagaimana orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah, sehingga ketika sampai di Madinah dia mendapat julukan  Muhajir Ummu Qais. Tidak semua yang lahirnya baik adalah beramal shaleh.

Karenanya jelas sekali bahwa jarum hati harus diluruskan terlebih dahulu sebelum merencanakan atau mewujudkan sesuatu. Jangan ditunggu lurus tetapi mesti diusahakan. Iradat yang kuat berdasarkan panggilan iman dan keyakinan akan beralih menjadi niat yang kuat dan bulat. Dan niat seperti ini akan melahirkan kekuatan lahir bathin yang sangat besar.

Akhirnya, sudahkan kita siap meniadakan diri untuk mewujudkan sesuatu, hal ini sesuai dengan kaidah Lima, Liman, Kaifa?

Aquuku qaulii haadza wa astaghfirul-laaha lii wa lakum. Was-salaamu ‘alaikum wa rahmatul-laahi wa barakaatuhu.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More